Kuliah di Kampus Terbaik, MIT #1Day1Dream
1/02/2015Setiap orang tentu mempunyai keinginan untuk mengenyam pendidikan di tempat terbaik, begitupun gue. Keinginan gue berkuliah di salah satu kampus terbaik dunia, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Cambridge, MA, USA, memang serius. Sudah sejak SMA gue kesengsem dengan kampus yang bagaikan ITBnya dunia itu. Waktu SMA dulu, ada keinginan untuk kuliah S1 di luar negeri, khususnya Amerika, walau bagi sebagian anak SMA waktu itu hanya seperti angan-angan belaka, guru bimbingan konseling yang harusnya suportif pun saat gue ceritakan tentang ambisi gue itu geleng-geleng kepala, disangka becanda kali ya. Mungkin wajar, mengingat SMA gue bukan SMA favorit banget yang biasa mengirim lulusannya ke luar negeri, lulus PTN aja udah syukur. Tapi bagi gue, gak ada yang gak mungkin, gue yang berprinsip “reach for the stars, so if you fall, you’ll land on the cloud” pun tetap maju.
Cahaya yang menerangi jalan menuju kampus impian gue itupun perlahan-lahan mulai ada. Berawal dari mengikuti acara Social Media Festival 2012 bersama anak Kancut Keblenger, di sana ada satu sesi dari US Embassy yang menampilkan Vidy Aldiano, yang bercerita tentang kuliahnya di Amerika, dan menghimbau bahwa jangan takut mikirin sulitnya prosedur buat kuliah dan dapet visa di Amerika. Maka sebelum pulang, gue pun mampir di boothnya US Embassy waktu itu dan nanya-nanya gimana caranya gue bisa kuliah di MIT. Waktu itu mas-masnya nyaranin gue buat nyari-nyari info tentang kampus mana aja yang mau gue coba daftar, tentang kehidupan di Amerika, dan tektekbengek nya. Karena kampus yang gue incer adalah salah satu kampus terbaik, gak ada salahnya daftar juga di kampus-kampus lain. Katanya, gak kayak di Indonesia, walau ada kampus yang mungkin kita jarang denger, tapi karena kualitas pendidikan di sana udah merata, maka bisa aja kampus itu justru lebih cocok dengan kita, maka mencari info sebanyak-banyaknya adalah wajib.
Sesuai saran mas-masnya, gue pun mulai cari-cari info tentang kampus-kampus yang ada di sana melalui platform collegeboard.org . Di College Board ini, kita bisa dapet info yang sangat lengkap mengenai kampus-kampus di Amerika, mulai dari harganya, kondisi lingkungannya, statistik ras mahasiswanya, dsb, pokoknya lengkap banget. Yang kerennya, situs ini juga punya fitur timeline, untuk mengingatkan kita akan event-event penting kampus pilihan kita, seperti deadline pengumpulan berkas dsb. Selain itu, mas-masnya juga menyarankan gue untuk berkunjung ke kantor AMINEF (American Indonesian Exchange Foundation) dimana di sana gue bisa mendapatkan segala informasi mengenai pendidikan di Amerika. Beberapa hari kemudian, gue dan bokap gue pun ke Jakarta.
Di AMINEF, kami nanya banyak tentang pendidikan di sana, mulai dari daerah yang biasanya banyak ditempati mahasiswa Indonesia, yang iklimnya bagus, sampai tentang beasiswa. Kesimpulannya sih, pokoknya berusaha masuk seleksi nya aja dulu, kalau udah masuk, bisa mengajukan bantuan dana, dan gak akan batal kuliah cuma karena masalah biaya, jadi jangan takut, kira-kira begitu. Di sini juga ibu yang melayani kami (duh gue lupa namanya), kembali mengingatkan persiapan gue udah sampe mana. Beliau juga mengingatkan requirement kampus-kampus yang gue pilih (waktu itu ada 5) khususnya MIT. Yang paling gue inget, masalah TOEFL, diminta minimal 600. Sementara waktu itu TOEFL gue masih 546 terakhir tes. Syarat lainnya adalah skor SAT, kalau yang ini gue cukup pede. Gue pun dikasih beberapa majalah dan buku pegangan persiapan dari ibu itu untuk gue baca.
Setelah dari sana, gue sadar langkah selanjutnya adalah mempersiapkan TOEFL gue biar bisa nyampe 600. Maka gue ngambil kursus khusus persiapan TOEFL di LIA. Gue pun mengikuti Placement Test dan dapet kelas Level 4. Tapi sayangnya, jadwal kursus nya bentrokan dengan bimbel SBMPTN. Dengan berat hati, gue memilih bimbel SBMPTN, karena bagaimanapun gue akan tetep tes SBMPTN dan kemungkinannya katanya sih lebih gede daripada diterima di MIT. Gue pun terjun ke tanah lagi. Persiapan TOEFL gue lepas.
Yang gak gue sadari, pilihan gue ini berpengaruh kepada semangat gue mengejar mimpi kuliah di MIT. Sejak saat itu, gue jadi gak terlalu gencar lagi, latihan soal SAT mulai jarang, dan akhirnya gue melewatkan deadline pengumpulan essay begitu saja (padahal udah daftar yang lainnya). Sebelumnya juga gue melewatkan deadline permintaan interview, tapi itu gak wajib. Akhirnya gue pun menjadi seperti yang lain, mengurus SBMPTN.
Ini bodoh banget, gue nyesel kenapa gak gue bela-belain banget MIT. Tapi sampe sekarang, gue masih pengen kuliah di sana, S2, jurusan arsitektur. Gak akan gue ulangi kebodohan gue, doakan.
0 comments