Kalau Saya Meninggal, Blog Saya Bagaimana?
10/16/2017I think about death. A lot. Dan di antara pertanyaan-pertanyaan narsis tentang bagaimana dunia akan berjalan setelah saya keluar dari equation-nya (spoiler alert: dunia akan tetap berjalan karena kita tidak lain hanya remah-remah rengginang di hadapan toples akbar bernama semesta), ada pertanyaan tentang blog ini. Kalau saya meninggal, blog saya bagaimana?
Karena saya adalah penulis satu-satunya di blog ini, dari masih berwujud kids-SMA-ingusan-jaman-past yang ujan-ujanan ke warnet, sampai jadi mahasiswa tingkat akhir saat tulisan ini dibuat, otomatis ketika saya mati--seperti kata Naif--blog ini juga mati. Kecuali sebelum kematian saya, saya sempat membuat jadwal posting tulisan di tanggal setelah kematian saya. Eh kayaknya bakal seru tuh, sebelum meninggal buat jadwal posting di blog secara berkala untuk beberapa tahun ke depan. Isinya bisa ngiming-ngimingi nikmatnya surga, nakut-nakuti tentang siksa neraka, atau pengalaman berbincang hangat bersama Pak Harambe. Ya tapi itu tidak akan bisa dipersiapkan kalau kematiannya mendadak bin seujug-ujug, seperti yang biasa kematian lakukan.
Itu kan tentang tulisan baru, kalau tulisan-tulisan lama yang sudah saya tulis dari zaman Justin Bieber belum akil baligh itu bagaimana nasibnya? Prinsipnya sih, sejauh blognya masih bisa dibuka, ya tentu saja tulisan-tulisan itu masih bisa dibaca. Nah tapi di sinilah masalahnya.
Seminggu lalu saya mendapat surel untuk memperpanjang custom domain blog ini karena dalam 15 hari, domainnya akan kadaluarsa. Tidak mau mengulang kesalahan fatal telat memperpanjang domain lagi, hari itu juga saya langsung ngibrit ke ATM dan bayar untuk perpanjang walaupun hanya untuk setahun karena menyesuaikan dengan dompet mahasiswa ini. Alhasil, domain blog saya pun aman setidaknya sampai tanggal 23 Oktober 2018. Berarti kalau saya meninggal sebelum memperpanjang lagi, blog saya hanya akan berumur sampai 23 Oktober tahun depan. Begitu domain habis dan tidak ada yang perpanjang lagi karena terakhir saya cek di kuburan tidak ada layanan paypal (CMIIW), maka blog saya tidak bisa diakses lagi.
Dalam tulisan tutorial setting custom domain di blogspot yang saya buat tahun 2011, di akhir tulisan saya memberikan pertimbangan kenapa harus pakai custom domain. Di situ saya hanya memberi pertimbangan dari sisi reputasi blog, bahwa kalau reputasi blogmu dengan domain default dot blogspot dot com sudah sangat baik, menggantinya ke custom domain akan me-reset itu. Maka lebih baik kalau memang berencana ingin pakai custom domain, pakailah sejak dini sebelum reputasi blogmu bagus. Sayangnya di situ saya belum memikirkan pertimbangan lainnya jika menggunakan custom domain, yakni custom domain harus selalu diperpanjang dan kalau kita meninggal dan tidak bisa memperpanjang lagi, blog kita tidak akan bisa diakses. Berbeda dengan blog dengan subdomain default seperti dot blogspot dot com atau dot wordpress dot com yang gratis dan berlaku selamanya sehingga blog akan selalu bisa diakses walaupun setelah kita meninggal tanpa harus memperpanjang domain.
Sebenarnya yang pertama kali membuat saya menyadari tentang hal itu adalah kawan saya Bang Galih (yang sepertinya sekarang lebih populer disapa Mas Aih. Ituloh yang April lalu baru saja mbrojolin novel pertamanya: "Seperti Bianglala: Pada Sebuah Akhir Kita Memulai"). Saya sudah lupa dalam kesempatan apa, tapi saya ingat betul dia pernah bilang alasan blognya tidak pakai custom domain adalah agar setelah dia meninggalpun blognya masih aktif dan tulisan-tulisannya masih bisa dibaca selama-lamanya. Jeng Jeng.
Tapi tenang, bagi pengguna custom domain seperti saya, ada cara untuk mempersiapkan kematian kita agar blog kita juga tidak ikutan koit.
Bagi pengguna Blogger seperti saya, Google punya fitur yang bernama Innactive Account Manager. Fitur ini dapat membantu kita mempersiapkan apa yang akan terjadi dengan akun google kita jika sewaktu-waktu kita meninggal (tidak aktif). Melalui fitur ini, kita bisa mengatur untuk mengirimkan notifikasi atau surel yang kita inginkan kepada kontak yang kita percaya setelah akun kita tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan lagi.
Indikator ketidakaktivan akun adalah dari waktu terakhir login dan menggunakan aplikasi google seperti Gmail, serta terakhir kali android kita check-in di suatu tempat. Jangka waktunya pun bisa kita tentukan sendiri apakah dinyatakan tidak aktif setelah tidak ada aktivitas selama tiga bulan, enam bulan, atau satu periode sinodis bumi terhadap orbitnya. Ketika kita sudah tidak aktif selama jangka waktu yang ditentukan tersebut, Google akan otomatis mengirim surel yang isinya sudah kita atur sebelumnya ke kontak yang juga telah kita percayakan, misalnya pasangan atau keluarga dekat. Tidak hanya email, kita juga bisa melampirkan data-data tentang akun google kita sehingga orang yang dikirimi bisa mengaksesnya. Misalnya emailnya begini:
"Dear Doyok, jika kamu menerima email ini berarti aku sudah meninggal. Tolong buka blogku yang datanya terlampir ini, dan setting domain menjadi domain default dot blogspot dot com lagi (jangan custom domain) agar blogku bisa tetap diakses tanpa harus perpanjang domain.
PS: Password facebooku "nenekantusias666", itu chip poker masih ada 89 juta, aku wariskan padamu."
Google akan menambahkan header dan footer yang menjelaskan kalau surel tersebut dikirim secara otomatis saat akun kita sudah tidak aktif lagi. Mungkin agar yang menerima tidak ketakutan karena menyangka kita sedang bobol sinyal wi-fi kuburan tetangga.
Selain bisa mengatur untuk mengirim surel otomatis ketika akun sudah tidak aktif, melalui fitur ini kita juga bisa mengatur apakah ketika akun kita sudah tidak aktif, Google akan otomatis menghapusnya. Semacam pengaturan self-destruct gitu. Tentu saja kalau tujuan kita agar blog kita bisa selalu aktif dan bisa dibaca, mbok ya jangan di-self-destruct akunnya.
Namun bagaimana jika kita meninggal sebelum mempersiapkan itu dan keluarga kita ingin menghapus akun kita atau ingin mendapat akses terhadap akun kita?
Pada dasarnya, media sosial juga sama dengan kehidupan bermasyarakat kita di dunia nyata. Membuat akun bagaikan membuat akta kelahiran. Ketika kita meninggal, di dunia nyata kita harus mengurus surat keterangan kematian ke Pak RT. Di dunia maya, kita juga bisa mengurus "surat keterangan kematian" ini ke media sosial yang kita terdaftar di dalamnya dan masing-masing ada prosedurnya sendiri.
Google menyediakan formulir yang bisa kita ajukan untuk mengurus akun keluarga yang sudah meninggal. Biasanya untuk mengajukan permohonan untuk menutup akun keluarga yang meninggal, kita diminta mengunggah pindaian sertifikat kematian yang bersangkutan dan pindaian KTP kita, disertai keterangan seperti punya hubungan apa kita dengan almarhum. Twitter juga menyediakan formulir serupa, sementara di Wordpress kita harus mengurusnya dengan sedikit lebih manual dengan mengirim surel ke passwordhelp [at] wordpress.com berisi username atau surel dan alamat blog almarhum, juga penjelasan singkat tentang keadaan saat ini serta apa yang ingin dilakukan (apakah akunnya dinonaktifkan atau dipindah kepemilikan).
Jika ingin memindahkan kepemilikan akun atau mendapat akses kepada akun yang bersangkutan, persyaratannya lebih banyak. Wordpress mengharuskan kita melampirkan keterangan dari pengacara atau dokumen berkekuatan hukum yang menyatakan bahwa kita memiliki kewenangan atas akun yang bersangkutan setelah yang bersangkutan meninggal. Lain halnya dengan Google yang mengharuskan kita mendapat Court Order (dari pengadilan Amerika) setelah formulir kita diterima oleh Google untuk mendapat data dari akun keluarga yang sudah meninggal. Oleh sebab itu, mempersiapkan memberi akses kepada orang terdekat melalui Innactive Account Manager dari jauh-jauh hari setidaknya akan sedikit meringankan keluarga karena tidak perlu melalui proses-proses di atas.
Di era digital ini, persiapan menghadapi kematian tidak hanya tentang mempersiapkan tanah pemakaman, tenda-kursi, dan kijing saja, tetapi juga memikirkan apa yang harus dilakukan terhadap akun-akun media sosial kita.
Cara setiap orang menghadapi rasa duka berbeda-beda satu dengan yang lain. Beberapa orang lebih memilih untuk menghapus akun media sosial keluarga mereka yang sudah meninggal--layaknya membuang barang-barang yang mengingatkan mereka tentang almarhum--karena melihatnya akan membuat mereka bertambah sedih. Beberapa lagi ada yang senang membaca tulisan-tulisan lama dari akun media sosial keluarga yang sudah meninggal, layaknya menghartakarunkan barang-barang peninggalan almarhum. Bahkan ada yang membuat AI berdasarkan tulisan-tulisan media sosial sahabatnya yang sudah meninggal sehingga tetap bisa "berkomunikasi" dengannya (Ya, terinspirasi dari Black Mirror). Semua tergantung dari keputusan keluarga dan tentu saja keinginan dari pemilik akun.
Melalui tulisan ini, saya ingin menyatakan bahwa keinginan saya adalah ketika saya meninggal, blog ini harus tetap ada dan tulisan-tulisan di dalamnya tetap bisa dibaca sampai kapan pun. Biarkan saya hidup selamanya dalam setiap huruf dan spasi di blog ini.
ENJOY YOUR DAY!
PS: Ternyata sekarang blognya Mas Aih sekarang di-private yes?
5 comments
Wah baru tau Google punya fitur Innactive Account Manager. Makasih banyak infonya :D
BalasHapusSaya pernah, sering malah, memikirkan hal ini juga. Saya ingin tulisan-tulisan yang saya buat, bisa tetap dibaca sampai waktu yang entah.
BalasHapusSaya baru tahu ada fitur inactive seperti itu di google, jadi sebelumnya, saya mikir akan membagikan password email ke kerabat dekat. Beberapa teman bahkan sudah saya mintai tolong :-)
Yang kedua, saya mulai membackup tulisan-tulisan di blog saya (cms wp) ke blogspot secara berkala.
Ehehe
nahh saya juga baru kepikiran tuh soal itu.. tp jadi ketolong deh sama inactive account manager dehh.
BalasHapusmakasih infonyaa
Nice post, sekalian bookmark. Gue juga sering mikirin kalo meninggal nasib blog gimana dan selalu kepikiran buat nitip password aja sih. Kayanya juga butuh dua sampai empat orang yang dipercaya sih buat backupan.
BalasHapushaloooooooo mas ramy wkwkkw
BalasHapus